Soal  

PENDIDIKAN BAGI ANAK SEJAK DALAM KANDUNGAN

PENDIDIKAN BAGI ANAK SEJAK DALAM KANDUNGAN
NI Kadek Andriyani, Kader PC KMHDI Gorontalo

PENDIDIKAN BAGI ANAK SEJAK DALAM KANDUNGAN

Kita menyadari betul bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum benar-benar mampu menjawab berbagai persoalan yang ada. Dasar utama pendidikan harus diperkuat dari lini kehidupan yang paling mendasar, yakni keluarga.  R.A Kartini pernah mengatakan bahwa sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal.

Menurut Ki Hajar Dewantara  pendidikan perlu terbangun dalam tiga pilar sebagai tripusat pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat/pemerintah. Dikutip dari mediaindonesia.com keluarga merupakan sendi kehidupan bangsa yang vital. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam memberikan pendidikan, utamanya pendidikan agama dan karakter kepada sang anak.

Seorang anak yang mendapatkan pendidikan dari keluarga yang baik, tentu akan memiliki moral dan kecerdasan yang baik ketika dihadapkan dengan lingkungan sekolah dan sosialnya, begitu juga sebaliknya. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dalam acara Habibie Award 2018 menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, kualitas sumber daya manusia Indonesia menempati urutan 87 dari 157 Negara.

Hasil survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), menyatakan bahwa tingkat literasi Indonesia berada pada peringkat ke-62 dari 70 Negara. Kondisi tersebut merupakan tantangan untuk melakukan pembenahan bagi sistem pendidikan di Indonesia.

Menurut ajaran agama Hindu, perkembangan seorang anak sebenarnya sudah dimulai sejak prenatal (bayi dalam kandungan), untuk mengarahkan sang anak kepada hal yang baik dan benar hendaknya sudah diupayakan sejak bayi masih di dalam kandungan. Penanaman jiwa keagamaan terhadap sang anak telah dimulai sejak masih masih di dalam kandungan (Surpa, 2016).

Pendidikan yang diberikan sedini mungkin, terlebih sejak di dalam kandungan sangat diperlukan untuk membentuk karakter generasi muda yang kukuh secara kemauan, berani dalam tindakan, mampu dalam kecerdasan, dan adil dalam berpikir. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia Hindu yang berkualitas di masa depan.

Anak-anak dapat diibaratkan bagaikan bejana-bejana suci yang tidak seorang pun di dunia ini mampu menakar secara material berapa nilai/harga kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga yang senantiasa berharap akan kehadiran Mereka.

Orang tua hendaknya melaksanakan penyucian terhadap anak agar apa yang dicita-citakan utamanya dalam mendidik anak dapat terwujud dengan baik, yang dimana orang tua memberikan Pendidikan sejak dalam kandungan seperti melakukan penyucian yaitu megedong-gedongan dengan tujuan membentuk karakter generasi muda yang kukuh secara kemauan, keberanian dalam Tindakan, maupun dalam kecerdasan, dan adil dalam berpikir. Upacara ini disebut dengan Sarira Samskara, bagian daripada Manusa Yadnya yang bertujuan untuk menyucikan badan manusia mulai dari pertemuan benih laki-laki (kama petak) dengan benih wanita (kama bang) sampai dengan manusia itu dewasa.

Upacara Sarira Samskara ini meliputi upacara magedong-gedongan (upacara bayi di dalam kandungan), upacara bayi lahir, upacara kepus puser, upacara nana karma (bayi berumur 12 hari), upacara tutug akambuhan (bayi berumur 42 hari), upacara nyambutin (bayi berumur 3 bulan), upacara satu oton (bayi berumur 6 bulan), upacara tumbuh gigi, upacara makupak, upacara raja sewala, upacara potong gigi, upacara pawintenan, dan upacara pernikahan/pawiwahan (Surpa, 2016).

Megedong-Gedongan adalah upacara pertama yang ditujukan kepada bayi dalam kandungan sang ibu ketika berusia 5 bulan Bali (kurang lebih 6 bulan dalam kalender masehi). Pada usia tersebut, bayi telah dianggap memiliki wujud yang lebih sempurna dan telah berwujud manusia. Upacara Megedong-Gedongan memiliki tuuan untuk menyucikan bayi dalam kandungan. Masyarakat Hindu Bali percaya dengan dilakukannya upacara ini, bayi dalam kandungan tidak mudah gugur (abortus).

Upacara ini juga bertujuan untuk menguatkan sang anak dan sang ibu agar persalinan berjalan lancar. Disamping itu sang bayi diharapkan setelah lahir dapat memiliki budi yang luhur, menjadi seorang anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan negara, serta selalu siberikan keselamatan dalam hidup.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan upacara Megedong-Gedongan ini, diawali dengan sang ibu akan dimandikan (dalam bentuk siraman) kemudian dilanjutkan dengan mabyakala dan payascita. Selanjutnya sang ibu akan membawa wadah rempah-rempah di atas kepalanya dengan tangan kanan menjinjing daun talas yang diisi dengan air dan ikan yang masih hidup. Tangan kiri suami menggenggam benang, dimana tangan kanan suami memegang bambu runcing. Kemudian sang suami akan menggeser benang dan menusukkan bambu runcing menuju daun talas yang dijinjing oleh istri hingga air dan ikan pada daun tumpah. Setelah prosesi tersebut selesai, dilakukan persembahyangan guna memohon keselamatan kepada Tuhan. Terakhir, upacara ini akan ditutup dengan penglukatan dan natab.

Berdasarkan uraian tersebut, maka upacara magedong-gedongan merupakan masa pendidikan awal yang semestinya dimanfaatkan dengan baik oleh orang tua untuk menguatkan pondasi sang anak. Selain itu upacara magedong-gedongan ini ditujukan untuk memohon keselamatan sang ibu agar diberikan kesehatan dan selamat waktu melahirkan.

Sebagai orang tua, ibu merupakan lingkungan pertama yang dikenal orang sang anak. Peranan ibu dalam memberikan pendidikan kepada anak sebenarnya telah dimulai saat ibu mengandung. Pendidikan yang dimaksud meliputi pendidikan kesehatan dan spiritual. Seorang ibu hendaknya memenuhi kebutuhan gizi yang sehat demi kesehatan bayi dan dirinya. Hal ini merupakan pendidikan kepada anak melalui makanan.

Begitu juga dalam hal spiritual, seorang ibu yang mengandung hendaknya mampu mengendalikan diri, baik dalam berpikir, berkata maupun dalam berbuat harus mencerminkan kehalusan budhi pakerti. Demikian juga halnya sikap suami kepada istri yang sedang hamil haruslah bijaksana dan selalu mengusahakan agar menjaga keharmonisan. Dukungan, kasih sayang dan perhatian suami yang diberikan kepada istrinya saat istri sedang mengandung sangatlah berpengaruh besar pada perkembangan emosional anak dalam kandungan dan emosional ibu yang sedang mengandung (Yoniartini, 2018).

Ketika kesadaran bersama dapat terbangun dan berhasil melahirkan generasi muda yang memiliki moral dan karakter yang sesuai dengan amanat Pendidikan nasional. Tentu Langkah selanjutnya harus didukung pula dengan sarana Pendidikan formal yang memadai sehingga anak dapat tumbuh menjadi generasi muda seperti apa yang dicita-citakan. Pendidikan berbasis hindu dalam bentuk sekolah hindu atau pasraman hindu adalah Pendidikan lanjutan setelah Pendidikan informal sukses dilaksanakan.

Sumber Referensi:

Budiasa, Ketut. “Ilmu Abimanyu” https://phdi.or.id/artikel.php?id=ilmu-abimanyu, diakses pada 19 Februari.

Damayanti, N. L. A. E. (2020). Pelaksanaan Upacara Magedong-Gedongan Menurut Ajaran Agama Hindu. Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama Dan Kebudayaan Hindu, 11(1), 60-70.

“Makna Upacara Magedong-Gedongan”. phdi.or.id (dalam bahasa Inggris).

Hapsari, D.K dan Supriyatna, I. 2018. “Kualitas SDM Indonesia Peringkat ke 87 dari 157 Negara”https://www.suara.com/bisnis/2018/11/13/165447/kualitas-sdm-indonesia-peringkat-ke-87-dari-157-negara.

“Babad Bali – Magedong-gedongan”. www.babadbali.com.

Surpa, W. (2016). Peranan Orang Tua Sebagai Pengembang Pendidikan Agama Hindu Dalam Keluarga. Universitas Udayana Denpasar.

Yahya, Dr. Nadjibab. 2017. “Pendidikan Janin Selama Masa Kehamilan” https://doktersiaga.com/blog/view/pendidikan-janin-selama-masa-kehamilan.

Yoniartini, D. M. (2019). Pendidikan Anak Dalam Kandungan Sebagai Upaya Melahirkan Anak Yang Suputra di Pulau Lombok. Media Bina Ilmiah, 13(6), 1255-1266

Suda, Ketut. I. 2017. “Paud Menurut Pandangan Hindu” https://parisada.or.id/paud-menurut-pandangan-hindu/.

Penulis: NI Kadek AndriyaniEditor: Dewa Ginada